Sukses

-->

Eks Sekjen Kemenhut: Pelepasan 1,6 Juta Hektare Hutan Era Zulhas Bukan untuk Sawit, tapi Tata Ruang

Mantan Sekretaris Jenderal Kemenhut era Zulhas, Hadi Daryanto, angkat bicara. Dia membantah pelepasan kawasan itu untuk kepentingan sawit. Hadi menegaskan, keputusan tersebut murni urusan tata ruang.

Diterbitkan 06 Desember 2025, 16:58 WIB
Share
Copy Link
Batalkan
Jadi intinya...
  • Pelepasan 1,6 juta hektare hutan era Zulhas dituding penyebab kerusakan lingkungan dan sawit.
  • Mantan Sekjen Kemenhut membantah, menyatakan pelepasan murni untuk tata ruang provinsi.
  • Tujuannya meliputi pemukiman, fasilitas umum, lahan garapan, dan kepastian hukum warga.

Liputan6.com, Jakarta - Polemik lama soal pelepasan kawasan hutan 1,6 juta hektare di era Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan (Zulhas) kembali memanas, di tengah banjir dan longsor yang melanda Sumatera. Kebijakan tersebut kini dituding sebagai biang kerok kerusakan lingkungan akibat ekspansi kebun sawit.

Kritik pun mengalir deras ke Zulhas, yang kini menjabat Menteri Perdagangan dan Ketua Umum PAN. Sejumlah pihak menyebut pelepasan hutan pada 2014 itu membuka jalan bagi deforestasi besar-besaran demi kepentingan korporasi.

Menanggapi isu tersebut, mantan Sekretaris Jenderal Kemenhut era Zulhas, Hadi Daryanto, angkat bicara. Dia membantah pelepasan kawasan itu untuk kepentingan sawit. Hadi menegaskan, keputusan tersebut murni urusan tata ruang.

Dia membeberkan dokumen resmi Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor 673/Menhut-II/2014 dan SK 878/Menhut-II/2014 tentang kawasan hutan provinsi Riau yang ditandatangani Zulkifli Hasan sebagai Menteri Kehutanan.

Dalam SK Menteri Kehutanan Nomor 673 disebutkan bahwa kebijakan yang ditandatangani Zulhas pada akhir masa jabatannya tersebut adalah keputusan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan.

“Pelepasan lahan itu tidak berkaitan dengan izin kebun sawit, hanya untuk tata ruang provinsi. Menhut menerbitkan SK 673/2014 seluas 1.638.294 Ha sebagai kawasan non hutan dalam rangka Tata Ruang Provinsi akibat pemekaran kota/kabupaten,” jelas Hadi Daryanto, Sabtu (6/12/2025).

Dalam SK yang sama, lanjut Hadi, disebutkan bahwa langkah pemerintah pusat juga untuk mengakomodasi surat usulan resmi dari pemerintah daerah. Mulai dari Gubernur, Bupati, Walikota, hingga aspirasi masyarakat se-Provinsi Riau yang membutuhkan kepastian ruang untuk pembangunan daerah.

2 dari 2 halaman

3 Tujuan Pelepasan 1,6 Juta Hektare Hutan

Hadi menegaskan, klaim bahwa lahan diserahkan kepada pengusaha besar terbantahkan oleh rincian lampiran peta dalam SK tersebut. Pasalnya, wilayah yang dilepaskan status hutannya bertujuan untuk tiga hal yakni pemukiman penduduk, fasilitas sosial dan umum, hingga lahan garapan masyarakat.

Pembebasan lahan hutan untuk pemukiman penduduk yakni meliputi kawasan desa, kecamatan, dan perkotaan yang telah padat penghuni. Sementara untuk fasilitas sosial dan umum meliputi Infrastruktur vital seperti jalan raya provinsi/kabupaten, gedung sekolah, tempat ibadah, dan rumah sakit yang sebelumnya berdiri di atas lahan berstatus hutan.

Selanjutnya pelepasan lahan hutan juga bertujuan untuk lahan garapan masyarakat yakni arena pertanian dan perkebunan rakyat yang telah dikelola secara turun-temurun.

“Revisi RTRWP berkaitan dengan terbitnya UU 27/1992, dimana semua provinsi di Indonesia mengajukan RTRWP al. Prov Riau menetapkan PERDA No.10/1994 mengalokasikan ruang untuk non Kehutanan seluas 4,34 juta Ha. Sesuai UU 41/1999 tentang Kehutanan, Menhut membentuk TIMDU dan TIMDU merekomendasi perubahan KH sesuai scientific authority menjadi non KH seluas 2.726.901 ha. Namun berdasarkan management authority Menhut hanya menetapkan seluas 1.6 jt Ha untuk Tata Ruang Provinsi, (bukan unuk korporasi, mengingat pemekaran kota/kabupaten, infrastruktur),” jelas dia.

Dengan demikian, kata dia, tujuan utama dari penerbitan SK tersebut adalah memberikan kepastian hukum. Tanpa adanya revisi tata ruang ini, ribuan warga yang tinggal di area tersebut secara teknis dianggap tinggal secara ilegal di dalam kawasan hutan (okupasi ilegal).

“Dan sekali lagi ini lebih kecil daripada usulan TIMDU atau jauh lebih kecil daripada Perda Riau,” pungkas dia.

Tim News, SupriatinTim Redaksi
Share
Copy Link
Batalkan
Lagi Diskon Harbolnas 12.12
Lihat Selengkapnya
EnamPlus

GEMPA HARI INI

Berita Terkini

Lihat Semua
-->